Carl R Rogers mengembangkan terapi Client-Centered sebagai reaksi terhadap
apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pendekatan
client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistic yang menggaris
bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis
berfungsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan
membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan
masalah-masalah. pendekatan client-centered menaruh kepercayaan yang besar pada
kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Tujuan dasar terapi client-centered
adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi
seorang pribadi yang berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan terapeutik tersebut,
terapis perlu mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik
topeng yang dikenakannya. Klien mengembnagkan kepura-puraan dan bertopeng
sebagai pertahanan terhadap ancaman. Sandiwara yang dimainkan oleh klien
menghambatnya untuk tampil utuh di hadapan orang lain dan dalam usahanya menipu
orang lain, ia menjadi assing terhadap dirinya sendiri. Apabila dinding itu
runtuh selama proses terapeutik, orang macam apa yang muncul dari balik
kepura-puraan itu? Rogers (dalam Gerald, 2007) menguraikan cirri-ciri orang
yang bergerak kea rah menjadi bertambah teraktualkan sebagai berikut: (1)
keterbukaan pad pengalaman, (2) kepercayaan terhadap organism sendiri (3)
tempat evaluasi internal, dan (4) kesediaan untuk menjadi suatu proses. Cirri-ciri
tersebut merupakan tujuan-tujuan dasar terapi client-centered.
Fungsi dan
Peran Terapis
Peran terapis client-centered
berakar pada cara-cara keberadaanya dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan
teknik-teknik yang dirancang untuk menjadkan klien “berbuat sesuatu”. Penelitian
tentang terapi client-centered tampaknya menunjukkan bahwa yang manuntut
perubahan kepribadian klien adlah sikap-sikap terpapis alih-a;ih pengetahuan,
teori-teori atau teknik-teknik yang digunakannya. Pada dasarnya, terapis
menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menghadapi
klien pada taraf pribadi ke pribadi, maka “peran” terapis adalah tanpa peran. Adapun
fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang
pertumbuhan klien. Jadi, terapis client-centered membangun hubungan yang
membantu dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk
mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien
menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap
kemungkinan-kemungkina yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia. Yang pertama
dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien.
Terapis menghadapi klien berlandasakan pengalaman dari saat ke saat dan
membantu klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori-kategori
diagnostic yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek,
penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan
dan persepsi-persepsinya yang kaku serta menuju taraf fungsi pribadi yang lebih
tinggi.
Teknik-teknik
dalam Person client-centered
Rumusan-rumusan yang
lebih dini dara pandangan Rogers tentang psikoterapi member penekanan yang
lebih besar pada teknik-teknik. Perkembangan pendekatan client-centered
disertai oleh peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik kepada
penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap terapis, serta
pada hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik, yang selanjutnya menjadi
variabel yang sangat penting, tidak identik dengan apa yang dikatakan atau
dilakukan oleh terapis. Dalam kerangka client-centered, “teknik-teknik”-nya
adalah pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaa, respek, dan pengertian,
serta berbagai upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka acuan internal
dengan memikirkan, merasakan dan mengeksplorasi. Menrut pandangan pendekatan client-centered, penggunaan
teknik-teknik sebagai muslihat terapis akan mendepersonalisasi hubungan terapi
klien. Teknik-teknik harus menjadi suatu pengungkapan yang jujur dari terapis,
dan tidak bisa digunakan secara sadar diri sebab terapis tidak akan menjadi
sejati.
Sumber:
Corey, G. (2007). Konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama
Riyanti, D, Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma
Sumber:
Corey, G. (2007). Konseling dan psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama
Riyanti, D, Prabowo, H. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma
No comments:
Post a Comment